ANALISIS SEMIOTIKA PADA JARGON DAN MOTTO KAMPANYE CAPRES CAPWAPRES DALAM PILPRES 08 JULI 2009

Di dalam negara yang menganut demokrasi pemilihan umum adalah syarat mutlak untuk menentukan arah dan nasib bangsa yang diamanatkan pada orang-orang pilihan. Pada tanggal 8 juli 2009 mendatang rakyat indonesia untuk kedua kalinya (setelah pemilu 2004) akan menentukan pilihannya langsung memilih presiden dan wakil presiden setelah melewati pemilhan legislatif . tentunya jika ada pemilihan tentu ada masa kampanye para kandidat untuk merebut hati dan suara rakyat melalui program dan janji-janji manis jika mereka kelak terpilih nanti. 
Masa kampanye telah dimulai dan seperti yang pernah kita tahu, spanduk, baliho, bendera dan poster serta reklame dari ukuran kecil sampai ukuran jumbo banyak menjamur di tiap pojok dan pinggir jalan, serta tak lupa janji dan jargon yang menjadi ciri khas dari masing-masing pasangan capres dan cawapres. Hari sabtu 16 Mei 2009, resmi sudah 3 pasang Capres-Cawapres yang akan berkompetisi dalam pemilihan presiden Juli 2009 mendatang sudah mendaftarkan diri ke KPU. Semuanya hadir ke kantor KPU dengan modifikasi gaya yang disesuaikan dengan konsep masing-masing. Televisi melaporkan kejadian tersebut, bahkan ada yang secara langsung.
Dari masing-masing tiga pasangan Capres dan Cawapres terpilih pada Nomor urut satu sesuai hasil undian KPU Megawati Soekarno Putri dengan Prabowo Subianto Djoyohadiusumo disingkat dengan MEGA-PRO, yang diusung oleh PDIP dan partai Gerindra (Gerakan Indonesia Raya. Pada Nomor urut dua duet Susilo Bambang Yudoyono (SBY) dengan Boediono atau SBY – Boediono yang diusung oleh Partai Demokrat sebagai Partai pemenang pemilu Legislatif kemarin dan partai hijau atau partai-partai yang memperoleh suara yang tidak terlalu signifikan pada pemilu legisatif kemarin. Boediono sendiri bukanlah orang partai namun dia dari kalangan ekonom mantan pejabat di BI (Bank Indonesia) serta Mentri Keuangan. Sedangkan seperti yang kita ketahui SBY adalah calon incumbent disamping Jusuf Kalla. Pada urutan terakhir Nomor tiga ditempati oleh pasang Incumbent juga oleh Wapres Jusuf Kalla dan Wiranto atau biasa disingkat dengan JK-Win yang didukung oleh partai Golkar dan Partai Hanura.
Dari ketiga pasangan capres dan cawapres ini tentu telah mempunyai tim sukses untuk memenangkan pemilihan presiden yang sudah didepan mata kita. Kampanye juga sudah digelar. Yang menarik jika kita amati adalah dari ketiganya ini masing-masing mempunyai motto dan jargon yang mereka gembar-gemborkan selama kampanye dan banyak menghiasi di pinggir-pinggir jalan. Semangat membaa indonesia menuju ke lebih baik untuk bisa lepas dari kemiskinan yang masih membelit, sampai pada sembako murah dan tentang ekonomi kerakyatan yang pro terhadap rakyat mereka tawarkan. Sedangkan dari calon incumbent SBY dan Jusuf Kalla tidak kalah sengitnya dalam persaingan untuk merebut suara dengan saling klaim bahwa keberhasilan pemerintahan selama ini takepas dari pera masing. Ini tercermin dari jargon dan motto kampanye yang mereka pakai selama masa kampanye.  
Dari pasangan Mega-Pro identik dengan jargon-jargon kerakyatan atau “menuju Indonesia yang lebih baik”. Sedangkan dari calon Incumbent SBY-Boediono masih percaya dengan motto bahwa apa yang menjadi hasil pemerintahan sekarang masih dan layak untuk dilanjutkan dengan motto “terus berjuanguntuk rakyat, Lajutkan”. Sedangakan daari kubu JK-Win tidak kalah sengit yang beranggapan bahwa untuk mewujudkan Indonesia yang lebih adil dan sejahtera. Tak ragu-ragu memakai slogan “Lebih cepat lebih baik”. Namun dibalik semua kata-kata jargon dan motto para kandidat itu. Apakah memang benar akan mereka wujudkan atau appakah hanya janji-janji manis belaka. Lalu bagaimana dengan rakyat setelah itu?
Ada anggapan bahwa rakyat sekarang sudah cerdas memilih. Ada juga naggapan bahwa memang selama ini rakyat hanya dibutuhkan ketika masa pemilu tapi ketika berkuasa janji-janji seakan hilang dan tak pernah terealisasi dan rakyat terpinggirkan lagi. Jargon dan motto mereka seperti hilang tanpa bekas. Rakyat masih tetap bergelut dengan kemiskinan, kesulitan mendapatkan pekerjaan serta barang-barang kebutuhan pokok semakin hari semakin mahal. Belum lagi ketakutan akan penggusuran bagi orang kelas bawah yang ada dikota juga kenaikan BBM yang biasanya diikuti oleh kenaikan disegala bidang kebutuhan rakyat kecil.
Untuk itu, sebelum memilih kita harus jeli dalam menilai tepat orangnya. Karena nasib bangsa dan negara ada ditangan pilihan rakyat. Jangan lagi memilih kucing di dalam karung. Dalam hal ini penulis ingin melakukan penelitian karena terdorong untuk mengetahui jargon dan motto para capres dan cawares apakah memang benar seperti itu atau hanyalah omong kosong untuk merebut suara rakyat. Untuk menganalisis jargon dan motto penulis akan memakai teori semiotika sebagai landasan teorinya. Serta analisis relevansi makna dengan kondisi dan isu-isu sosial yang selama ini terjadi. Serta kaitannya dengan situasi politik yang ada.
Tentunya kita semua berharap Pilpres yang akan digelar 8 Juli mendatang akan berjalan dengan baik dan lancar serta LUBER. Serta terpilihnya pemimpin yang selalu berpihak terhadap rakyat, dan kemudian dari itu akan membawa rakyat yang adil dan sejahtera yang selama ini diiadam-idamkan. Semoga saja. 

0 komentar: