GIE, Mencarimu hari ini..

Soe Hoek Gie..
mengenalmu hari ini hanya dari catatanmu di buku itu.
sama halnya ketika aku mengenal Wahib.
imajinasi ini bermain dengan sosokmu yang idealis.
Aku ingin menemuimu.

Gie..
Walau kutelanjangi SEMERU pun aku tak bisa mendapatkan dirimu.
Hanya harum parfummu yang mungkin akan kurasa.
Karena hanya itu yang kau sisakan bagi kami.
Ranu Kumbolopun tak mampu menceritakan sosok dirimu.
Meski aku tahu, dia pun ikut tertunduk ketika mereka memapah dirimu turun.
Aku hanya ingin menemuimu.

Gie..
Kau muda, Dan sekarang masih muda.
Mungkin karena negeri ini tak ingin kehilangan "kemudaanmu".
Maka cara itu yang berlaku.
Yah.. dengan mati muda.
Tapi aku yakin kau masih disana, namun tak berjasad.

Gie...
Kau pasti akan tertawa dengan kisah negeri sekarang ini.
"Mereka" yang dulunya seperti aku ini,
Yang mengelukan dirimu dan catatanmu.
kembali menikam diri sendiri.
Melacurkan diri demi sebuah NAMA.

Gie...
Andai kita bertemu malam ini, 
Kuingin bertanya tentang idealis yang terus kau pekikkan.
Benarkah idealis itu hanya sampai di ujung Toga dan tak lebih dari itu..?
Akupun tak menjamin diriku.

Gie...
Mustahil menjadi dirimu.
Tapi tak mustahil lahir yang lebih dari dirimu.
Aku tak ingin jadi dirimu, tapi belajar dari dirimu.
Aku ingat pesanmu dalam sebuah puisi..
katamu :

"Kawan-kawan
Kuberikan padamu cintaku
Dan maukah kau berjabat tangan
Selalu dalam hidup ini?"

Gie..
kau ingin kami damai..
Tapi tak berdamai dengan realitas kemunafikan MEREKA.
Saling berjabat tangan..
Tapi tak lantas menjilati punggung tangan MEREKA.
Saling berangkulan..
Tapi hanya untuk yang MEREKA marjinalkan.

Gie..
Tak tahu hari esok seperti apa.
Yang jelas aku ingin menemuimu, meski bukan malam ini.. 
Atau entah setelah bersama disana.





Ladha2nk07fold@gmail.com
(Malang, 250310)



Selengkapnya...

Sajak dan Puisi D.N Aidit

“Lumpur dan Kidung”

Lumpur dan Kidung


- Hanja Inilah Djalannja –

sepatu setengah usang membenam dalam lumpur
menudju teratak,
air menetas dari atap
membasahi kekayaanku jang paling berharga
pengalaman djerman inggris perantjis rusia
tiongkok dan banjak lagi,
hasil pemikiran putera-putera dunia terbaik
temanku njenjak kembali setelah membuka pintu
kesunjian diluar membantuku
makin dalu makin djauh tenggelam,
ingat aku akan sumpah setia pada adjarannja.
kokok ajam djantan tak mengagetkan,
siang dan malam sama sdja,
djalan jang ditundjukkannja selamanja terang
kita pasti akan sampai keudjung djalan ini
dimana tak ada sepatu usang,
dimana tak ada lumpur membenam,
dimana tak ada teratak botjor,
tapi hanya inilah djalannya.

Djakarta, malam, 27 Djanuarti `55

Kini Ia sudah Dewasa
(menjambut ulang tahun ke-35 PKI)
23 Mei 1955

35 tahun jang lalu
Ia lahir
dengan kesakitan
Klas termadju,
Sebagai anak zaman
Jang akan melahirkan zaman.

Ia tahan taufan
dan tak lena karena sepoi
ia menjusup dihati Rakjat
lebih dalam dari laut Banda
Ia menghias hidup
lebih indah dari sunting tjempaka.

Ia dihidupkan oleh hidup,
tahan teror dan provokasi
dulu, sekarang dan nanti
Ia Antaeus, anak Poseidon
tak terkalahkan selama setia pada bumi
Ia anak zaman jang melahirkan zaman
Kini ia telah dewasa.


Tembok Granit
(kepada “Dewan2Partikelir” Dalam Munas)

Dengan ugjung bajonet itu
kau naikkan sikepala batu
duduk bersama Rakjat dan aku
Kau harap dapat menghambat
sedjarah jang djalannya tjepat
tak tahu kaulah yang kan kiamat;

Kau mau ulangi tjerita usang
tentang Negro empatlapan
tentang Magelang dan Ngalian
tau lupa Amir dan Hadji Bakri
lupa para petani bagi2 tanah
di Wonogiri dan Bojolali

Derap sepatu sedjarah
akan indjak2 sikepalabatu
dan bajonet itu akan patah
Tembok granit lebih keras
dari tembok batu
tembok granit Rakjat bersatu

Djakarta, 15 September 1957

Jang Mati Hidup Abadi

Lama nian aku tak menangis
tidak karena mata sudah mengerting
atau hati membeku dingin
tapi kali ini, dengan tak sedar
hati kepala penuh taktertahan
butir2 air mata membasahi koran pagi
Orang hitam berhati putih itu
dibunuh siputih berhati hitam!

Tapi, bukankah pembunuh terbunuh?
Lumumba sendiri hidup se-lama2nya
Lumumba mati hidup abadi
Kini dunia tidak untuk siputih jang hitam
tapi untuk semua
putih, kungin, sawomatang, hitam …….
Kini udara penuh Lumumba
karena Lumumba berarti merdeka.

Djakarta, 14 – 2 – 61

Radja Naik Mahkota Ketjil

Udara pagi ini tjerah benar
pemuda njanji nasakom bersatu
gelak ketawa gadis remadja
mendengar silalim naik tachta,
tapi konon mahkotanja ketjil.

Buruh dipabrik tani diladang
ibuibu menjusui anak
tibatiba nafas terlepas lega
mendengar siradja naik tachta,
tapi konon mahkotanja ketjil.

Ini pertanda zaman kita
jang lapuk terpaksa turun
jang baru terus membaru
bagi jang lama sudah magrib
baik jang baru mentari naik.

Ajo, madju terus kawan-kawan
halau dia kedjaring dan djerat
tangkap dia dan ikat erat
hadapkan dia kemahkamah Rakjat!

Djakarta, 23 Djuni 1962.

Kidung Dobrak Salahurus

Kau datang dari djauh adik
dari daerah bandjir dan lapar
dengan hati lebih keras dari bentjana
selamat datang dalam barisan kita

Dikala kidung itu kau tembangkan
bertambah indah tanah Priangan
sesubur seindah Priangan manis
itulah kini Partai Komunis

Tarik, tarik lebih tinggi suaramu
biar tukang-tukang salahurus tahu
bentji Rakjat dibawa mati
tjinta Rakjat pada PKI

Teruskan, teruskan tembangmu
bikin rakyat bersatu-padu
bikin Priangan madju dan djaja
alam indah Rakjat bahagia.

Tjipanas, 16 Djanuari 1983

Hati Dibakar Tjinta

Hati membara dibakar tjinta
hangat segar marak bernjala
langkah indah tjinta dan tjita
bagaikan bunga dikarang indah

Biarkan, biarkan ia membara
membakar dan bernjala
menghangatkan semua derita
menghangatkan setia mesra

Adakah hidup lebih bahagia
dari hati dibakar tjinta
padamu kasih padamu tjita
bagimu kasih tjintaku mesra

Adakah hati lebih gembira
dari hangat dibakar tjinta
padamu kasih padamu tjita
bagimu Partaiku djaja!

Djakarta, 2 Djuli 1963 Selengkapnya...

Soviet Girl





Selengkapnya...

Panji Hitam, Hijau dan Merah


Mereka masih muda. 
Darahnya masih panas-panasnya
Mereka merasa terpanggil
Turun ke jalan dengan tangan terkepal
Satu tekad dan suara, Lawan dan lawan
Dari kangkangan dan hadangan setan.

Kenapa mahasiswa disalahkan?
Jika kami anarkis dan melawan 
Penindasan, perampokan dan ketidakadilan
Kami hanya membakar ban bekas
Di bawah teriknya panas
Karena keadilan semakin tergilas.

Siapa yang tidak marah
Uang triliunan rakyat di jarah
Siapa yang tidak gelisah
Negeri ini semakin parah
Lalu orang-orang yang terganggu berujar gerah
“ Ahh… mahasiswa bisanya cuma bikin masalah.

Ayo kawan jangan menyerah
Mari kibarkan panji-panji hitam, hijau dan merah
Ukirkan dirimu pada tinta emas sejarah

NB: Maju terus kawan2 HMI jangan mau berkompromi dengan rejim pemerintah rampok dan senior-seniormu penjilat kekuasaan.

SHQ 
Nginden 07 Maret 2010
10:02 PM




Selengkapnya...

SAJAK SENJA


Segala puja dan puji padaMu
Tuhan segala penjuru 
Semakin dekat saja senjaku
Namun semakin jauh denganMu

Nikmatmu disetiap nafas
Rahmatmu di dalam semua arus
Namun imanku semakin tergerus
Dalam situasi fana yang keras dan panas

Aku percaya atas adaNya
Dalam semesta yang Kau cipta
Terlalu angkuh untuk berserah diri
Dan mengucap ayat-ayat suci.

Hari ini, aku diselamati
Ucapan kanan dan kiri
Mungkin besok sudah disholati
Seketika aku sadar itu arti
Itu seperti; 
Selamat kamu belom mati
Dan selamat kamu hidup hari ini
Maka lekaslah berserah diri
Pada kuasa sang Illahi.

6 Maret 10
00.00

Selengkapnya...

Konflik Sosial Dalam " Gadis Pantai "

Konflik terjadi karena dalam masyarakat terdapat kelompok-kelompok kepentingan. Thomas Hobbes, seorang filosof sosial terkemuka abad tujuh belas, mengemukakan tentang konflik yang bertolak dari keadaan alamiah masyarakat. Thomas Hobbes menyatakan:
Keadaan alamiah masyarakat manusia senantiasa di- liputi oleh rasa takut dan terancam bahaya kematian karena kekerasan. Kehidupan manusia selalu dalam keadaan menyendiri, miskin, penuh kekotoran dan ke- kerasan serta jangka waktu kehidupan pendek. Apabila manusia dibiarkan menanggung nasibnya sendiri, maka manusia akan menjadi korban keinginan merebut ke- kuasaan dan keuntungan, sehingga sebetulnya manusia dikuasai oleh motif-motif untuk memenuhi kepentingan dirinya. Dalam menghadapi situasi yang secara potensial mengembangkan hasrat untuk berperang dan adanya konflik, perlu diciptakan suatu organisasi dan ketertiban sosial yang dapat dipelihara dengan baik.

Keadaan ekonomis keluarga Gadis Pantai memberikan poin utama konflik yang ada. Kakaknya telah meninggalkan keluarga Gadis Pantai yang disebabkan kecelakaan di laut. Hal itu biasa terjadi pada kehidupan masyarakat pinggir pantai. Seperti cerminan kehidupan kecil Gadis Pantai, bermain di pinggir pantai bersama anak-anak lain sebayanya. Padahal, emosional sanga bapak sering diluapkan kepada Gadis, anaknya.
Sifat yang cenderung mengarah pada kekerasan merupakan suatu sifat luapan, berupa emosional sang bapak kepada anak, dalamhal ini seperti yang diungkapkan oleh Thomas Hobbes, adanya ancaman kematian tersebut hadir ketika keluarga tidak sanggup untuk memenuhi kebutuhan pokok. Ketakutan itu memberikan dampak dari alam bawah sadar sang bapak. Tidak sedikit dalam kehidupan keluarga bermasyarakat saat ini ditemukan kekerasan terhadap anak di bawah umur, sesuatu yang didasarkan kurangnya pemenuhan kebutuhan pokok dan kebutuhan rumah tangga, sehingga memicu menghadirkan objek kekerasan yang lebih lemah dari diri sendiri.
Konflik bisa ditinjau dari aspek sosial dan politik. Konflik sosial bisa diartikan sebagai perjuangan untuk mendapatkan nilai-nilai atau pengakuan status, kekuasaan dan sumber daya langka. Istilah konflik dalam ilmu politik seringkali dikaitkan dengan kekerasan, seperti kerusuhan, kudeta, teror- isme, dan revolusi. Dalam hal ini, keluarga menjual anaknya, Gadis Pantai, demi mendapatkan pengakuan sosial dalam masyarakat. Keluarga ingin mengangkat derajat sebagai keluarga yang hidup di ruang masyarakat tersebut. Tanpa adanya pengakuan derajat, cacian dan penghinaan akan menghampiri, melihat latar kehidupan keluarga Gadis Pantai merupakan keluarga yang tinggal dalam adat Jawa, sebuah adat yang kenta; dengan sistem feodal. Dari hal itulah, pengakuan masyarakat, dengan menyerahkan Gadis Pantai kepada seorang lelaki, Bendoro. Dalam konteks ini, konflik dikategorikan sebagai aspek sosial.
Hal lain dalam konflik dari aspek sosial adalah pengusiran Mbok, seorang pembantu yang menjadi tempat cerita Gadis Pantai, memaknai bahwa kekuasaan atau hegemoni penguasa tidak dapat diganggu, dalam konteks anatara majikan dengan pembantu. Pembantu akan selalu menuruti keinginan majikan karena ketegantungan hidup. Artinya, penguasaan kebutuhan pokok sang pembantu dikontrol oleh majikannya. Maka, ketika sang majikan, Bendoro, merasakan ada penghianatan secara otoritas kekuasaan mengusir Mbok yang berakibat tidak ada lagi tempat cerita Gadis Pantai. Kekuasaan merupakan salah satu fenomena politik yang penting. Kekuasaan merupakan sumber daya langka yang menjadi penyebab konflik. Orang yang mempunyai kekuasaan cenderung untuk mempertahankan kekuasaan. Di samping itu, ada pihak lain yang menentang kekuasaan dan ingin merebut kekuasaan itu untuk tujuan yang sama.
Gadis Pantai adalah novel terbaik Pramoedya. Novel dengan setting daerah Lasem (Jepara) awal abad 19 ini berkisah tentang seorang gadis nelayan berumur 14 tahun yang dibawa orangtuanya untuk dijadikan “wanita utama” seorang “Bendoro” atau priyayi yang masih bangsawan. Di rumah tersebut, yang juga dihuni oleh para agus atau anak-anak lelaki dari para wanita utama sebelumnya (yang telah tidak ada lagi), gadis pantai dilayani oleh seorang wanita pelayan tua, yaitu mbok, yang menghibur kesedihannya karena jauh dari orang tua. Kemudian pada suatu hari uang gadis pantai hilang, sehingga mbok meminta para agus tersebut untuk mengakui bila telah mencuri uang gadis pantai yang hilang. Namun sebagai akibatnya mbok tersebut diusir, meskipun agus yang terbukti mencuri pun diusir pula.
Pengganti si mbok adalah seorang perempuan muda, Mardinah, anak seorang juru tulis, yang disini disebut tergolong priyayi. Pada suatu hari ketika menjenguk orang tuanya di desa nelayan, Mardinah yang mengantarkan gadis pantai ke desanya beberapa waktu kemudian kembali lagi dengan empat orang laki-laki dan memaksa gadis pantai untuk ikut, seolah-olah diminta pulang oleh Bendoro. Namun orangtua gadis pantai yang curiga kemudian berpura-pura seolah kampung nelayan tersebut sedang diserang bajak laut dan Mardinah dan pengikutnya dibawa mengungsi ke tengah laut dengan perahu. Disana pengikutnya dibunuh dan Mardinah tidak diberi tempat tinggal sehingga terpaksa menikah dengan salah seorang penduduk yang dianggap tidak waras. Ternyata Mardinah bermaksud melenyapkan gadis pantai karena ia telah berjanji kepada bangsawan lain untuk menjodohkan sang Bendoro suami gadis pantai dengan putrinya, dengan imbalan ia menjadi istri kelima bangsawan tersebut. Selanjutnya gadis pantai yang kembali ke rumah Bendoro melahirkan seorang bayi. Namun setelah tiga bulan gadis pantai dipaksa pergi meninggalkan bayinya setelah ayahnya yang terkejut atas keputusan Bendoro tersebut diberi sejumlah uang pembeli perahu. Gadis pantai yang hancur hatinya akhirnya tidak bersedia pulang dan memilih untuk berpisah dengan ayahnya yang menjemputnya pulang. Ia ingin membawa dirinya sendiri, dan pergi ke kota mbok pelayannya dulu.
Perjalanan hidup gadis pantai selanjutnya tentu akan sangat menarik. Sayangnya kita tidak akan pernah tahu kisah selanjutnya, karena naskah buku ke dua dan ke tiga novel ini telah dibakar oleh Orde Baru. Sayang sekali, karena pengungkapan kisah gadis pantai dalam buku ini sangat indah dan mengharukan. Namun Pramoedya pernah menyatakan tidak mungkin akan menulis lanjutan novel ini, antara lain karena faktor usia.
Keberpihakan Pram pada masyarakat kecil dan sinisme pada kaum feodal memang sangat nyata dalam novel ini. Sang bangsawan digambarkan rajin beribadah, pencinta kebersihan, bahkan menyatakan bahwa kaum nelayan kurang beriman, kotor, sehingga miskin, dan berdosa karena tidak beribadah. Namun di sisi lain digambarkan bahwa di balik kesalehannya berupa kerajinan bersembahyang, menunaikan haji sebanyak dua kali dan menyumbang pembangunan mesjid atau pengajian, sang Bendoro adalah lelaki kejam yang gemar mempermainkan perempuan muda golongan miskin untuk kesenangannya sendiri, yaitu mengambilnya sebagai istri, mengusirnya begitu saja jika sudah bosan, dan mengambil anaknya dari ibunya tanpa belas kasihan,. Lebih buruk lagi, perempuan golongan ini pun (priyayi) ikut mendukung sistem yang merendahkan perempuan itu sendiri. Selain itu, golongan feodal dan priyayi ikut membantu penjajah dalam menindas rakyatnya sendiri. Demikian buruknya gambaran kaum feodal dan priyayi dalam novel ini, serta betapa sia-sianya ritual agama karena toh tidak mempengaruhi pembentukan moral yang baik, sebaliknya rakyat miskin tidak bersalah apa-apa. Bahkan beranak banyak pun dianggap wajar saja, karena nasibnya sudah demikian buruk sehingga tidak ada lagi yang dapat dilakukan untuk keluar dari nasib buruk tersebut.
Bagi mereka yang merasa tertindas, selalu bekerja keras namun tetap miskin, mengalami diperlakukan tidak adil, novel ini mungkin akan semakin menyadarkan ketidakberuntungan mereka dan dapat menimbulkan kebencian terhadap kaum priyayi atau golongan yang lebih beruntung. Namun di Indonesia kini, bukan hanya rakyat miskin yang merasa bernasib sial (terkutuk menurut istilah dalam novel ini), priyayi dan kaum terpelajar serta berada pun merasa terkutuk memiliki pemimpin dan pemerintahan yang luar biasa korup dan tak bermoral serta rakyat kebanyakan yang kepasrahan dan ketidakpeduliannya tak terkira (yang dalam kemiskinan parah tetap bereproduksi tanpa batas namun mengharapkan pemerintah menanggung kesehatan, pendidikan dan pekerjaan anak-anak yang sebenarnya sebagian bisa dicegah kelahirannya) sehingga negeri ini tidak henti dirundung berbagai permasalahan berat.
Di luar hal-hal di atas, novel ini mampu menggambarkan kehidupan rakyat jelata dan kondisi sosial pada awal abad 20 dengan sangat menarik, lancar dan mengharukan. Gaya penuturan Pram yang wajar, realistis dan mengalir menghidupkan novel ini dan mengesankan pembacanya. Saya sungguh sedih dan menyesal harus mengakhiri membaca novel ini tanpa bisa mengetahui kelanjutan kisahnya
Selengkapnya...

Psikologi Frustasi Novel "Nayla" - Djenar Maesa Ayu


Latar Belakang

Pada hakitanya sebuah karya sastra adalah replika kehidupan nyata. Walaupun berbentuk fiksi, misalnya cerpen, novel, dan drama, persoalan yang disodorkan oleh pengarang tak terlepas dari pengalaman kehidupan nyata sehari-hari. Hanya saja dalam penyampaiannya, pengarang sering mengemasnya dengan gaya yang berbeda-beda dan syarat pesan moral bagi kehidupan manusia.
Imajinasi yang tertuang dalam karya sastra, meski dibalut dalam semangat kreativitas, tidak luput dari selera dan kecenderungan subjektif, aspirasi, dan opini personal ketika merespons objek di luar dirinya, serta muatan-muatan khas individualistik yang melekat pada diri penulisnya sehingga ekspresi karya bekerja atas dasar kekuatan intuisi dan khayal, selain kekuatan menyerap realitas kehidupan. Itulah sebabnya di dalam sebuah cerita, cerpen atau novel, seorang pengarang sering mengangkat fenomena yang terjadi di masyarakat. Dengan harapan para pembaca dapat mengambil hikmah dari fenomena tersebut.
Pada dasarnya isi sebuah karya sastra memuat perilaku manusia melalui karakter tokoh-tokoh cerita. Sangat beragam perilaku manusia yang bisa dimuat dalam cerita. Kadang-kadang hal ini terjadi perulangan jika diamati secara cermat. Pola atau keterulangan inilah yang ditangkap sebagai fenomena dan seterusnya diklasifikasikan ke dalam kategori tertentu seperti gejala kejiwaan, sosial, dan masyarakat. Sebagai misal perilaku yang berhubungan gejala kejiwaan yaitu fenomena frustrasi atau kekecewaan (anxienty). Pemahaman fenomena frustrasi ini dapat dilakukan dengan mengadakan pendekatan psikologis.
Menurut Semi (1993:79) bahwa pendekatan psikologis menekankan analisis terhadap karya sastra dari segi intrinsik, khususnya pada penokohan atau perwatakannya. Penekanan ini dipentingkan, sebab tokoh ceritalah yang banyak mengalami gejala kejiwaan.
Secara kategori, sastra berbeda dengan psikologi, sebab sebagaimana sudah kita pahami sastra berhubungan dengan dunia fiksi, drama, esai yang diklasifikasikan ke dalam seni (art) sedang psikologi merujuk kepada studi ilmiah tentang perilaku manusia dan proses mental. Meski berbeda, keduanya memiliki titik temu atau kesamaan, yakni keduanya berangkat dari manusia dan kehidupan sebagai sumber kajian. Bicara tentang manusia, psikologi jelas terlibat erat, karena psikologi mempelajari perilaku. Perilaku manusia tidak lepas dari aspek kehidupan yang membungkusnya dan mewarnai perilakunya.
Novel atau cerpen sebagai bagian bentuk sastra, merupakan jagad realita di dalamnya terjadi peristiwa dan perilaku yang dialami dan diperbuat manusia (tokoh). Realita sosial, realita psikologis, realita religius merupakan terma-terma yang sering kita dengar ketika seseorang menyoal novel sebagai realita kehidupan. Secara spesifik realita psikologis sebagai misal, adalah kehadiran fenomena kejiwaan tertentu yang dialami oleh tokoh utama ketika merespons atau bereaksi terhadap diri dan lingkungan. Sebagai contoh, penampakan gejala jiwa dapat penulis temui di dalam novel Nayla oleh Djenar Maesa Ayu. Tokoh utama “Nayla” adalah seorang perempuan muda, yang harus meninggalkan ibunya sejak berumur 13 tahun untuk belajar hidup mandiri. Nayla, demikian nama tokoh utama cerita, mengalami rasa kecewa ketika ia teringat dengan sosok ibunya yang menjebloskan dirinya ke rumah Perwawatan Anak Nakal dan Narkotika. Sejak itu ia menjadi frustrasi. Ia meninggalkan ibunya dan belajar hidup mandiri. Dalam menjalani kehidupan, Nayla mulai berhadapan dengan berbagai konflik/pertentangan batin, baik pertentangan terhadap dirinya sendiri maupun reaksi terhadap lingkungan sekitarnya. Di dalam diri tokoh kadang-kadang timbul persepsi negatif tentang makna kehidupan. Dari berbagai fenomena yang dialami oleh tokoh cerita, muncul kekuatan mental dan pemahaman baru tentang cara memaknai kehidupan. Karena terus dirundung berbagai konflik, akhirnya telah menghasilkan perubahan sikap pada sang tokoh cerita. Ia akhirnya larut dalam kehidupan malam, bekerja sebagai penata lampu di sebuah klub malam. Apa yang dilakukan oleh Nayla, sang tokoh cerita adalah sebagai bentuk pelarian dari lingkungan keluarga sehingga lama kelamaan ia hanyut dalam lingkungan yang baru yang serba gemerlapan yang kini selalu menghantui hidupnya.
Novel Nayla karangan Djenar Maesa Ayu sangat menarik bila dikaji dengan pendekatan psikologis. Novel ini mempunyai kelebihan di antaranya ialah tokoh utama cerita ternyata mampu dan tegar menghadapi berbagai fenomena hidup meskipun di dalamnya banyak terjadi konflik. Di lain pihak, melalui tokoh cerita pengarang ingin menyampaikan pesan moral kepada pembaca bahwa pentingnya orang tua memberikan pendidikan yang baik kepada anak. Hanya saja pada akhir cerita, pengarang tidak memberikan penilaian bahwa apa yang diperbuat oleh sang tokoh cerita merupakan suatu bentuk pelanggaran terhadap susila agama sehingga apa yang diperbuat oleh sang tokoh cerita semata-mata akibat dari rasa frustrasi dan kecewa yang berat dengan kedua orang tuanya.
Dari hasil kajian di atas, penulis mencoba melakukan hal yang sama terhadap novel Nayla karya Djenar Maesa Ayu. Pengarang Djenar Maesa Ayu adalah salah seorang pengarang yang sangat produktif dalam karya sastranya. Ia dilahirkan di Jakarta 14 Januari 1973. Hasil karyanya kebanyakan berupa cerpen yang tersebar di berbagai media massa dalam negeri. Karya pertama Djenar berjudu: Mereka Bilang, Saya Monyet telah dicetak ulang 8 kali dan masuk dalam nominasi 10 besar terbaik Khatulistiwa Literary Award 2003, selain itu juga diterbitkan dalam Bahasa Inggris. masih banyak lagi karya cerpen Djenar yang masuk dalam kategori cerpen terbaik 2003 yang semuanya itu dapat disejajarkan dengan pengarang sastra lainnya. Nayla adalah novel pertama Djenar yang sekarang ini sedang diangkat dalam pembuatan layar lebar.



Analisis Psikologi Frustasi pada “Nayla”

Sejak orang tuanya bercerai, Nayla Kinar ikut bersama Ibunya, sedangkan ayahnya kawin lagi. Selama hidup bersama sang Ibu Nayla kecil mengalami banyak tekanan kejiwaan maupun fisik seperti saat ia tidak bisa berhenti ngompol, ibu menusuk vaginanya dengan peniti, begitupula saat Nayla tidak mau makan sayur maka ibu memaksanya untuk mengeluarkan makanan yang telah ditelannya dan menyumpal mulutnya dengan kotorannya sendiri, atau saat Nayla menghilangkan tutup pensil setelah menggunakannya, maka ibu menyuruhnya berjemur diatas atap seng hingga kulit pada telapak kakinya mengelupas. Tekanan yang paling menyakitkan bagi Nayla ialah saat ia diperkosa oleh laki-laki teman kencan ibunya sendiri, padahal umurnya waktu itu masih sembilan tahun.
Nayla kemudian memilih untuk tinggal bersama ayahnya yang seorang penulis, namun kematian ayahnya ternyata membuat Nayla terpukul dan dia mulai terlibat dengan narkotik sampai Ibu tirinya mengirim dia ke pusat rehabilitasi.
Nayla melarikan diri dari pusat rehabilitasi, dia memasuki dunia malam sebagai seorang juru lampu di sebuah diskotek yang kemudian mempertemukannya dengan Juli, seorang lesbian yang berprofesi sebagai disk jockey. Selepas kepergian Juli, Nayla mulai menjalin hubungan dengan laki-laki yang bernama Ben, namun hubungan itu akhirnya harus berakhir karena perbedaan persepsi mengenai pandangan hidup mereka.

Pada akhirnya Nayla berhasil menjadi penulis yang sukses berkat perjalanan hidup yang tertuang dalam bentuk tulisan, bahkan dia juga menerima tawaran untuk mengangkat tulisannya untuk dijadikan sebuah skenario film.
Definisi atau pengertian frustasi adalah sebagai berikut : Seseorang mengalami frustasi ketika keinginannya terganjal untuk bisa terealisasi atau khayali, atau bisa juga dikatakan bahwa seseorang mengalami frustasi karena hasrat keinginannya terhalang sehingga tidak dapat terwujud. Halangan tersebut bisa berasal dari keterbatasan fisik atau psikis.
Sejalan dengan pengertian ini, Nayla mengalami frustasi sebab ia tidak bisa merealisasi keinginannya untuk bisa hidup bahagia selayaknya anak-anak lain seusianya. Perasaan itu menapak puncaknya saat ayahnya meninggal, seperti yang terdapat dalam surat Nayla untuk ayahnya yang telah tiada :

“Ya, setelah itu saya sering tertawa-tawa sendiri. Saya tersadar, ternyata Tuhan punya selera humor yang tinggi. Begitu mudanya ia memberi dan dalam sekejap menariknya kembali. Jadi apa yang lebih tepat saya lakukan selain tertawa, Ayah ? kita semua Cuma boneka yang diikat tali tak berdaya mengikuti gerakan jarinya. Karena itu saya tertawa, karena saya yakin, ia ingin saya menikmati leluconnya. Saya tak berani sedih atau marah. Saya takut ia murka. Sejak itu saya hanya mengikuti arus permainanya. Ia tak berhenti memamerkan leluconnya. Ketika saya tertawa, orang-orang berpikir saya mabuk. Saya pengguna narkoba, saya pun dijebloskan ke dalam rumah perawatan yang mirip penjara.” (halaman 57)

Wujud Frustasi Nayla
Aggressive Reaction (Reaksi menyerang/menyakiti)

Seseorang yang frustasi bisa melakukan tindak menyerang, baik terhadap objek penghalang penyebab frustasi atau terhadap objek pengganti. Dan kalau tindak menyerang berlangsung dalam jangka waktu lama akan mendapat respon yang tidak baik seperti ; hukuman masyarakat dan rasa bersalah pada pelaku itu sendiri. Seperti yang terjadi pada Nayla :
“Lihat dirimu, anakku. Amat menyedihkan. Kamu datang dengan mabuk di hari ulang tahunmu bersama gembel-gembel yang kamu akui sebagai teman. Tak ada bau minuman di mulutmu. Jadi pastilah kamu menenggak obat. Walaupun kamu tak mengaku, tapi aku tahu.” (halaman 16)
Penggalan kata-kata sang ibu diatas membuktikan bahwa kematian sang ayah membuat Nayla terpukul dan ia mengambil jalan untuk melawan semua nilai-nilai yang sebelumnya ditanam oleh sang ibu yaitu dengan jalan mabuk dan memakai obat-obatan hingga akhirnya ia mendapat hukuman atas perbuatannya dan dijebloskan ke rumah perawatan anak-anak nakal. Wujud frustasi Nayla itu ditunjukan dengan Reaksi menghindar dan represi. Reaksi menghindar dibagi menjadi repression, fantasy, dan regression yang dilakukan Nayla. Sedangkan represi adalah proses peminggiran dari kesadaran, pikiran maupun perasaan yang menimbulkan kepedihan, rasa malu, atau bersalah. Hal ini terlihat dalam penggalan kata-kata Nayla :

”Setiap pertemuan akan ada perpisahan, say tak mau menerima yang pertama. Saya harus siap dengan kemungkinan yang kedua. Saya akan membuka hati hanya untuk terluka saja.” (halaman 58)
Fantasy: Ketika hasrat terganjal oleh realita, orang itu boleh jadi lari ke dunia khayal yang bisa memuaskan keinginanya yang terhalang. Nayla mengalami hal yang demikian saat ia berangan-angan untuk bisa menjadi seorang penulis saja seperti ayahnya, tidak seperti ibu, sebagai model.
Regression: Di dalam regresi seseorang melarikan diri dari realita yang menyakitkan dan dari tanggung jawab yang diembannya menuju kearah keberadaan masa kanak-kanaknya yang terlindungi. Orang itu kembali ke kebiaan lamanya dalam upaya penyesuaian diri agar terlepas dari kepenatan batinnya seperti ; menangis, mencibirkan bibir seperti yang biasa anak-anak lakukan, atau perilaku yang minta diperhatikan, dan lain-lain yang dulu pernah dikerjakn pada masa kanak-kanak. Keadaan seperti itu dialami Nayla saat berada di dalam rumah perawatan anak nakal.
”Sudah seminggu ia disini. Di kala senggang kerjanya hanya tertawa-tawa sendiri, memilin-milin ujung rambut, dan menggigt ujung jari.” (halaman 18)
Selain itu, regresi juga terjadi pada diri Nayla saat dia diperkosa oleh laki-laki teman kencan ibunya sendiri

”Saya tak merasakan apa-apa. Vagina saya sudah terbiasa dengan tusukan peniti ibu dulu. Yang walaupun lebih kecil namun lebih tajam dan tidak dmaksudkan pada tempatnya sehingga sakitnya melebihi penis Om Indra yang merasuk kuat ke dalam lubang vagina saya.” (halaman 113)
Konsep lain dari reaksi menghindar adalah nomadism, yaitu terkait dengan reaksi seseorang yang terus menerus berkelana dari satu tempat ke tempat lain, selalu berpinda-pindah, kendatipun tidak diperoleh hasil yang nyata. Nayla merealisasikan hal ini dengan hidupnya yang tidak menetap semenjak melarikan diri dari rumah perawatan anak nakal, juga hubungan seksualnya dengan sesama Jenis (Juli) hingga gubungannya dengan lelaki bernama Ben.

Penyesuaian Diri (Self Adjusment)

Fungsi self adjasment juga menjaga diri agar tidak terpuruk dan pada saat yang sama ia berfungsi menyembunyikan wataknya ketika image diri terganggu. Adalah ciri setiap individu untuk mempertahankan diri terhadap perubahan, tekanan, yang berasal dari individu itu sendiri atau dari kelompok yang berupa kegagalan. Kritik, celaan dan sebagainya.
Di sini individu harus menyerah kepada suasana yang mengancam atau tidak megenakkan sebagai akibat frustasi, tetapi tanpa harus menyerah total sehingga tujuan yang diimpikan tetap bisa terealisasi.

”Nayla butuh pilihan. Tapi apa yang bisa ia pilih ketika ia sama sekali tak punya pilihan ? hanya untuk semua inikah ia dilahirkan ? Terlahir, terluka, dan disia-siakan ? sampai matikah ia akan seperti ini ?” (halaman 76)

”Mendadak ia seperti mendapat kekuatan. Pada saat itu Nayla sadar kalau ia pasti bisa bertahan selama punya akal dan mental. Selama ia masih bisa peka terhadap hal-hal yang diangap tak berarti oleh kebanyakan orang dan menjadikannya sebuah nilai”. (halaman 76)
Wujud reaksi penyesuaian yang terjadi pada Nayla atau fungsi penyesuaian dirinya terletak pada bagaimana ia mengatasi kelemahan, keterbatasan, dan kekalahan dengan jalan menarik perhatian pada sisi kelebihan yang ia miliki.
”Nayla menatap Ben dengan pandangan tak percaya, dipecahkannya botol bir dan dihujamkannya ke arah Ben. Tidak dengan sungguh-sungguh tentunya. Tapi tetap saja ujung pecahan botol itu menggores dada Ben. Mengoyak bajunya. Membuat Ben balik menatap Nayla dengan pandangan tak percaya”. (halaman 151)
Cuplikan tersebut cukup menerangkan reaksi kompromistis atau penyesuaian diri yang terjadi pada diri Nayla. Keadaan Nayla yang merasa takut dipojokkan oleh laki-laki, memaksanya untuk memunculkan sisi kuat dari dalam dirinya, dengan harapan agar menutupi kelemahannya sebagai perempuan tentunya. Nayla tidak ingin dikatakan lemah sebagai perempuan.


PENUTUP

Penulis akan menyimpulakan beberapa kesimpulan dari hasil penelitian novel Nayla karya Djenar Mahesa Ayu;
1. Perkembangan jiwa anak sangat dipengaruhi oleh kondisi keluarga dalam hal ini orang tua. Ketidakharmonisan keluarga sering menjadi pengaruh uruk atas jiwa anak.
2. Perhatian dan kasih sayang orang tua terhadap anak sangat dibutuhkan untuk masa perkembangan, sehingga anak tidak terjerumus dalam narkoba dan pergaulan bebas yang cenderung melanggar norma-norma yang berlaku di masyarakat.
3. Rasa frustasi pasti dimiliki oleh setiap orang baik muda maupun tua, namun rasa frustasi itu bisa menjadi salah arah jika tidak adanya kegiatan yang bisa menampung rasa itu. Rasa frustasi itu akan menjadi baik jika diarahkan dalam kegiatan positif, dalam contoh ini adalah Nayla yang mempunyi keinginan untuk menjadi penulis yang menjadi media bagi dia pada rasa frustasi itu. Selengkapnya...