Psikologi Frustasi Novel "Nayla" - Djenar Maesa Ayu


Latar Belakang

Pada hakitanya sebuah karya sastra adalah replika kehidupan nyata. Walaupun berbentuk fiksi, misalnya cerpen, novel, dan drama, persoalan yang disodorkan oleh pengarang tak terlepas dari pengalaman kehidupan nyata sehari-hari. Hanya saja dalam penyampaiannya, pengarang sering mengemasnya dengan gaya yang berbeda-beda dan syarat pesan moral bagi kehidupan manusia.
Imajinasi yang tertuang dalam karya sastra, meski dibalut dalam semangat kreativitas, tidak luput dari selera dan kecenderungan subjektif, aspirasi, dan opini personal ketika merespons objek di luar dirinya, serta muatan-muatan khas individualistik yang melekat pada diri penulisnya sehingga ekspresi karya bekerja atas dasar kekuatan intuisi dan khayal, selain kekuatan menyerap realitas kehidupan. Itulah sebabnya di dalam sebuah cerita, cerpen atau novel, seorang pengarang sering mengangkat fenomena yang terjadi di masyarakat. Dengan harapan para pembaca dapat mengambil hikmah dari fenomena tersebut.
Pada dasarnya isi sebuah karya sastra memuat perilaku manusia melalui karakter tokoh-tokoh cerita. Sangat beragam perilaku manusia yang bisa dimuat dalam cerita. Kadang-kadang hal ini terjadi perulangan jika diamati secara cermat. Pola atau keterulangan inilah yang ditangkap sebagai fenomena dan seterusnya diklasifikasikan ke dalam kategori tertentu seperti gejala kejiwaan, sosial, dan masyarakat. Sebagai misal perilaku yang berhubungan gejala kejiwaan yaitu fenomena frustrasi atau kekecewaan (anxienty). Pemahaman fenomena frustrasi ini dapat dilakukan dengan mengadakan pendekatan psikologis.
Menurut Semi (1993:79) bahwa pendekatan psikologis menekankan analisis terhadap karya sastra dari segi intrinsik, khususnya pada penokohan atau perwatakannya. Penekanan ini dipentingkan, sebab tokoh ceritalah yang banyak mengalami gejala kejiwaan.
Secara kategori, sastra berbeda dengan psikologi, sebab sebagaimana sudah kita pahami sastra berhubungan dengan dunia fiksi, drama, esai yang diklasifikasikan ke dalam seni (art) sedang psikologi merujuk kepada studi ilmiah tentang perilaku manusia dan proses mental. Meski berbeda, keduanya memiliki titik temu atau kesamaan, yakni keduanya berangkat dari manusia dan kehidupan sebagai sumber kajian. Bicara tentang manusia, psikologi jelas terlibat erat, karena psikologi mempelajari perilaku. Perilaku manusia tidak lepas dari aspek kehidupan yang membungkusnya dan mewarnai perilakunya.
Novel atau cerpen sebagai bagian bentuk sastra, merupakan jagad realita di dalamnya terjadi peristiwa dan perilaku yang dialami dan diperbuat manusia (tokoh). Realita sosial, realita psikologis, realita religius merupakan terma-terma yang sering kita dengar ketika seseorang menyoal novel sebagai realita kehidupan. Secara spesifik realita psikologis sebagai misal, adalah kehadiran fenomena kejiwaan tertentu yang dialami oleh tokoh utama ketika merespons atau bereaksi terhadap diri dan lingkungan. Sebagai contoh, penampakan gejala jiwa dapat penulis temui di dalam novel Nayla oleh Djenar Maesa Ayu. Tokoh utama “Nayla” adalah seorang perempuan muda, yang harus meninggalkan ibunya sejak berumur 13 tahun untuk belajar hidup mandiri. Nayla, demikian nama tokoh utama cerita, mengalami rasa kecewa ketika ia teringat dengan sosok ibunya yang menjebloskan dirinya ke rumah Perwawatan Anak Nakal dan Narkotika. Sejak itu ia menjadi frustrasi. Ia meninggalkan ibunya dan belajar hidup mandiri. Dalam menjalani kehidupan, Nayla mulai berhadapan dengan berbagai konflik/pertentangan batin, baik pertentangan terhadap dirinya sendiri maupun reaksi terhadap lingkungan sekitarnya. Di dalam diri tokoh kadang-kadang timbul persepsi negatif tentang makna kehidupan. Dari berbagai fenomena yang dialami oleh tokoh cerita, muncul kekuatan mental dan pemahaman baru tentang cara memaknai kehidupan. Karena terus dirundung berbagai konflik, akhirnya telah menghasilkan perubahan sikap pada sang tokoh cerita. Ia akhirnya larut dalam kehidupan malam, bekerja sebagai penata lampu di sebuah klub malam. Apa yang dilakukan oleh Nayla, sang tokoh cerita adalah sebagai bentuk pelarian dari lingkungan keluarga sehingga lama kelamaan ia hanyut dalam lingkungan yang baru yang serba gemerlapan yang kini selalu menghantui hidupnya.
Novel Nayla karangan Djenar Maesa Ayu sangat menarik bila dikaji dengan pendekatan psikologis. Novel ini mempunyai kelebihan di antaranya ialah tokoh utama cerita ternyata mampu dan tegar menghadapi berbagai fenomena hidup meskipun di dalamnya banyak terjadi konflik. Di lain pihak, melalui tokoh cerita pengarang ingin menyampaikan pesan moral kepada pembaca bahwa pentingnya orang tua memberikan pendidikan yang baik kepada anak. Hanya saja pada akhir cerita, pengarang tidak memberikan penilaian bahwa apa yang diperbuat oleh sang tokoh cerita merupakan suatu bentuk pelanggaran terhadap susila agama sehingga apa yang diperbuat oleh sang tokoh cerita semata-mata akibat dari rasa frustrasi dan kecewa yang berat dengan kedua orang tuanya.
Dari hasil kajian di atas, penulis mencoba melakukan hal yang sama terhadap novel Nayla karya Djenar Maesa Ayu. Pengarang Djenar Maesa Ayu adalah salah seorang pengarang yang sangat produktif dalam karya sastranya. Ia dilahirkan di Jakarta 14 Januari 1973. Hasil karyanya kebanyakan berupa cerpen yang tersebar di berbagai media massa dalam negeri. Karya pertama Djenar berjudu: Mereka Bilang, Saya Monyet telah dicetak ulang 8 kali dan masuk dalam nominasi 10 besar terbaik Khatulistiwa Literary Award 2003, selain itu juga diterbitkan dalam Bahasa Inggris. masih banyak lagi karya cerpen Djenar yang masuk dalam kategori cerpen terbaik 2003 yang semuanya itu dapat disejajarkan dengan pengarang sastra lainnya. Nayla adalah novel pertama Djenar yang sekarang ini sedang diangkat dalam pembuatan layar lebar.



Analisis Psikologi Frustasi pada “Nayla”

Sejak orang tuanya bercerai, Nayla Kinar ikut bersama Ibunya, sedangkan ayahnya kawin lagi. Selama hidup bersama sang Ibu Nayla kecil mengalami banyak tekanan kejiwaan maupun fisik seperti saat ia tidak bisa berhenti ngompol, ibu menusuk vaginanya dengan peniti, begitupula saat Nayla tidak mau makan sayur maka ibu memaksanya untuk mengeluarkan makanan yang telah ditelannya dan menyumpal mulutnya dengan kotorannya sendiri, atau saat Nayla menghilangkan tutup pensil setelah menggunakannya, maka ibu menyuruhnya berjemur diatas atap seng hingga kulit pada telapak kakinya mengelupas. Tekanan yang paling menyakitkan bagi Nayla ialah saat ia diperkosa oleh laki-laki teman kencan ibunya sendiri, padahal umurnya waktu itu masih sembilan tahun.
Nayla kemudian memilih untuk tinggal bersama ayahnya yang seorang penulis, namun kematian ayahnya ternyata membuat Nayla terpukul dan dia mulai terlibat dengan narkotik sampai Ibu tirinya mengirim dia ke pusat rehabilitasi.
Nayla melarikan diri dari pusat rehabilitasi, dia memasuki dunia malam sebagai seorang juru lampu di sebuah diskotek yang kemudian mempertemukannya dengan Juli, seorang lesbian yang berprofesi sebagai disk jockey. Selepas kepergian Juli, Nayla mulai menjalin hubungan dengan laki-laki yang bernama Ben, namun hubungan itu akhirnya harus berakhir karena perbedaan persepsi mengenai pandangan hidup mereka.

Pada akhirnya Nayla berhasil menjadi penulis yang sukses berkat perjalanan hidup yang tertuang dalam bentuk tulisan, bahkan dia juga menerima tawaran untuk mengangkat tulisannya untuk dijadikan sebuah skenario film.
Definisi atau pengertian frustasi adalah sebagai berikut : Seseorang mengalami frustasi ketika keinginannya terganjal untuk bisa terealisasi atau khayali, atau bisa juga dikatakan bahwa seseorang mengalami frustasi karena hasrat keinginannya terhalang sehingga tidak dapat terwujud. Halangan tersebut bisa berasal dari keterbatasan fisik atau psikis.
Sejalan dengan pengertian ini, Nayla mengalami frustasi sebab ia tidak bisa merealisasi keinginannya untuk bisa hidup bahagia selayaknya anak-anak lain seusianya. Perasaan itu menapak puncaknya saat ayahnya meninggal, seperti yang terdapat dalam surat Nayla untuk ayahnya yang telah tiada :

“Ya, setelah itu saya sering tertawa-tawa sendiri. Saya tersadar, ternyata Tuhan punya selera humor yang tinggi. Begitu mudanya ia memberi dan dalam sekejap menariknya kembali. Jadi apa yang lebih tepat saya lakukan selain tertawa, Ayah ? kita semua Cuma boneka yang diikat tali tak berdaya mengikuti gerakan jarinya. Karena itu saya tertawa, karena saya yakin, ia ingin saya menikmati leluconnya. Saya tak berani sedih atau marah. Saya takut ia murka. Sejak itu saya hanya mengikuti arus permainanya. Ia tak berhenti memamerkan leluconnya. Ketika saya tertawa, orang-orang berpikir saya mabuk. Saya pengguna narkoba, saya pun dijebloskan ke dalam rumah perawatan yang mirip penjara.” (halaman 57)

Wujud Frustasi Nayla
Aggressive Reaction (Reaksi menyerang/menyakiti)

Seseorang yang frustasi bisa melakukan tindak menyerang, baik terhadap objek penghalang penyebab frustasi atau terhadap objek pengganti. Dan kalau tindak menyerang berlangsung dalam jangka waktu lama akan mendapat respon yang tidak baik seperti ; hukuman masyarakat dan rasa bersalah pada pelaku itu sendiri. Seperti yang terjadi pada Nayla :
“Lihat dirimu, anakku. Amat menyedihkan. Kamu datang dengan mabuk di hari ulang tahunmu bersama gembel-gembel yang kamu akui sebagai teman. Tak ada bau minuman di mulutmu. Jadi pastilah kamu menenggak obat. Walaupun kamu tak mengaku, tapi aku tahu.” (halaman 16)
Penggalan kata-kata sang ibu diatas membuktikan bahwa kematian sang ayah membuat Nayla terpukul dan ia mengambil jalan untuk melawan semua nilai-nilai yang sebelumnya ditanam oleh sang ibu yaitu dengan jalan mabuk dan memakai obat-obatan hingga akhirnya ia mendapat hukuman atas perbuatannya dan dijebloskan ke rumah perawatan anak-anak nakal. Wujud frustasi Nayla itu ditunjukan dengan Reaksi menghindar dan represi. Reaksi menghindar dibagi menjadi repression, fantasy, dan regression yang dilakukan Nayla. Sedangkan represi adalah proses peminggiran dari kesadaran, pikiran maupun perasaan yang menimbulkan kepedihan, rasa malu, atau bersalah. Hal ini terlihat dalam penggalan kata-kata Nayla :

”Setiap pertemuan akan ada perpisahan, say tak mau menerima yang pertama. Saya harus siap dengan kemungkinan yang kedua. Saya akan membuka hati hanya untuk terluka saja.” (halaman 58)
Fantasy: Ketika hasrat terganjal oleh realita, orang itu boleh jadi lari ke dunia khayal yang bisa memuaskan keinginanya yang terhalang. Nayla mengalami hal yang demikian saat ia berangan-angan untuk bisa menjadi seorang penulis saja seperti ayahnya, tidak seperti ibu, sebagai model.
Regression: Di dalam regresi seseorang melarikan diri dari realita yang menyakitkan dan dari tanggung jawab yang diembannya menuju kearah keberadaan masa kanak-kanaknya yang terlindungi. Orang itu kembali ke kebiaan lamanya dalam upaya penyesuaian diri agar terlepas dari kepenatan batinnya seperti ; menangis, mencibirkan bibir seperti yang biasa anak-anak lakukan, atau perilaku yang minta diperhatikan, dan lain-lain yang dulu pernah dikerjakn pada masa kanak-kanak. Keadaan seperti itu dialami Nayla saat berada di dalam rumah perawatan anak nakal.
”Sudah seminggu ia disini. Di kala senggang kerjanya hanya tertawa-tawa sendiri, memilin-milin ujung rambut, dan menggigt ujung jari.” (halaman 18)
Selain itu, regresi juga terjadi pada diri Nayla saat dia diperkosa oleh laki-laki teman kencan ibunya sendiri

”Saya tak merasakan apa-apa. Vagina saya sudah terbiasa dengan tusukan peniti ibu dulu. Yang walaupun lebih kecil namun lebih tajam dan tidak dmaksudkan pada tempatnya sehingga sakitnya melebihi penis Om Indra yang merasuk kuat ke dalam lubang vagina saya.” (halaman 113)
Konsep lain dari reaksi menghindar adalah nomadism, yaitu terkait dengan reaksi seseorang yang terus menerus berkelana dari satu tempat ke tempat lain, selalu berpinda-pindah, kendatipun tidak diperoleh hasil yang nyata. Nayla merealisasikan hal ini dengan hidupnya yang tidak menetap semenjak melarikan diri dari rumah perawatan anak nakal, juga hubungan seksualnya dengan sesama Jenis (Juli) hingga gubungannya dengan lelaki bernama Ben.

Penyesuaian Diri (Self Adjusment)

Fungsi self adjasment juga menjaga diri agar tidak terpuruk dan pada saat yang sama ia berfungsi menyembunyikan wataknya ketika image diri terganggu. Adalah ciri setiap individu untuk mempertahankan diri terhadap perubahan, tekanan, yang berasal dari individu itu sendiri atau dari kelompok yang berupa kegagalan. Kritik, celaan dan sebagainya.
Di sini individu harus menyerah kepada suasana yang mengancam atau tidak megenakkan sebagai akibat frustasi, tetapi tanpa harus menyerah total sehingga tujuan yang diimpikan tetap bisa terealisasi.

”Nayla butuh pilihan. Tapi apa yang bisa ia pilih ketika ia sama sekali tak punya pilihan ? hanya untuk semua inikah ia dilahirkan ? Terlahir, terluka, dan disia-siakan ? sampai matikah ia akan seperti ini ?” (halaman 76)

”Mendadak ia seperti mendapat kekuatan. Pada saat itu Nayla sadar kalau ia pasti bisa bertahan selama punya akal dan mental. Selama ia masih bisa peka terhadap hal-hal yang diangap tak berarti oleh kebanyakan orang dan menjadikannya sebuah nilai”. (halaman 76)
Wujud reaksi penyesuaian yang terjadi pada Nayla atau fungsi penyesuaian dirinya terletak pada bagaimana ia mengatasi kelemahan, keterbatasan, dan kekalahan dengan jalan menarik perhatian pada sisi kelebihan yang ia miliki.
”Nayla menatap Ben dengan pandangan tak percaya, dipecahkannya botol bir dan dihujamkannya ke arah Ben. Tidak dengan sungguh-sungguh tentunya. Tapi tetap saja ujung pecahan botol itu menggores dada Ben. Mengoyak bajunya. Membuat Ben balik menatap Nayla dengan pandangan tak percaya”. (halaman 151)
Cuplikan tersebut cukup menerangkan reaksi kompromistis atau penyesuaian diri yang terjadi pada diri Nayla. Keadaan Nayla yang merasa takut dipojokkan oleh laki-laki, memaksanya untuk memunculkan sisi kuat dari dalam dirinya, dengan harapan agar menutupi kelemahannya sebagai perempuan tentunya. Nayla tidak ingin dikatakan lemah sebagai perempuan.


PENUTUP

Penulis akan menyimpulakan beberapa kesimpulan dari hasil penelitian novel Nayla karya Djenar Mahesa Ayu;
1. Perkembangan jiwa anak sangat dipengaruhi oleh kondisi keluarga dalam hal ini orang tua. Ketidakharmonisan keluarga sering menjadi pengaruh uruk atas jiwa anak.
2. Perhatian dan kasih sayang orang tua terhadap anak sangat dibutuhkan untuk masa perkembangan, sehingga anak tidak terjerumus dalam narkoba dan pergaulan bebas yang cenderung melanggar norma-norma yang berlaku di masyarakat.
3. Rasa frustasi pasti dimiliki oleh setiap orang baik muda maupun tua, namun rasa frustasi itu bisa menjadi salah arah jika tidak adanya kegiatan yang bisa menampung rasa itu. Rasa frustasi itu akan menjadi baik jika diarahkan dalam kegiatan positif, dalam contoh ini adalah Nayla yang mempunyi keinginan untuk menjadi penulis yang menjadi media bagi dia pada rasa frustasi itu. Selengkapnya...